PePELENG JAWA

“Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti”

14 IMAM DALAM MEMBACA AL-QUR'AN

al-Qur'an tertua di Asia Tenggara,

            Umar bin al Khaththab RA bercerita, “aku pernah bertemu dengan Hisyam bin Hakim bin Hizam yang sedang membaca surat al-Furqon semasa Rasulullah SAW hidup. Aku mendengarkan bacaannya. Tiba-tiba, ia membaca banyak huruf yang belum pernah dibaca oleh Rasulullah SAW kepadaku. Hampir saja aku menyergapnya saat ia sedang sholat. Lalu, aku menunggunya hingga ia mengucapkan salam, aku menarik gamis dilehernya. “Siapakah yang mengajarkan bacaan surat itu padamu? Aku tak penah mendengarkan surat yang baru kau baca tadi?”, kataku. Ia menjawab, “Rasululloh SAW yang membacakannya kepadaku”. Aku menyanggah, “kamu berdusta. Demi Allah, sesungguhnya Rasululloh benar-benar telah mengajarkan bacaan tadi kepadaku”. Akhirnya aku menggandeng pergi menghadap Rasululloh SAW. Aku berkata, “Wahai Rasululloh, sungguh aku telah mendengarkan orang ini membaca surat al-Furqon dengan huruf-huruf yang belum pernah Engkau bacakan kepadaku, sementara anda telah membacakan kepadaku surat al-Furqon dengan huruf-huruf yang lain”. “Lepaskanlah dia, wahai umar.”kata Nabi SAW, “Bacakan wahai Hisyam”. Dihadapan Nabi SAW, Hisyam membacaka  surat yang telah aku dengarkan. Nabi SAW berkata, “Begitulah surat al-Furqon diturunkan”. Setelah itu Nbi SAW berkata kepadaku, “Bacalah wahai Umar”. Aku pun membacakan surat al-Furqon yang pernah dibacakan Nabi SAW kepadaku. Kata Nabi SAW , “Begitu pula surat al-Furqon diturunkan dengan tujuh huruf. Karenanya bacalah apa yang mudah darinya” {Al-Turmudzi, 2015: IV:433-434 No. 2952: al-Nasa’i, 2005: I: 161:No.932: Malik bin Anas,bab Ma Ja’a fi al-Qur’an}.
terletak di desa Lerabeing Alor NTT
            Hadist diatas menunjukan adanya banyak cara membaca al-Qur’an. Keragaman bacaan itu bukan berarti kelemahan al-Qur’an, tapi justru menunjukan kelabihannya. Jika bacaan al-Qur’an diseragmkan, tentu hal ini mempersulit umat islam dalam membacanya. Nabi SAW pernah megkhawatirkan hal ini dan menanyakan pada Malaikat Jibril, “Wahai Jibril, sungguh aku diutus kepada umat yang banyak dari golongan buta huruf, diantara mereka ada nenek-nenek, kakek-kakek, anak-anak laki-laki, anak-anak perempuan, dan orang-orang yang belum bisa membaca tulis sama sekali”. Jibril menjawab, “Wahai Rasululloh, sesungguhnya al-Qur’an diturunkan dengan huruf tujuh” {Al-Tirmidzi,2005:IV:343:No.2953}. Istilah tujuh huruf dalam hadist ini dapat diartikan banyaknya logat, susunan kata, atau macam-macam kata {al-Sabuni, 1985:220-222}.
            Dalam mengajarkan bacaan al-Qur’an kepada para sahabat, Nabi SAW memilihkan bacaan yang sesuai dengan logat sahabat. Tidak sedikit sahabat yang memahami macam-macam bacaan dari Nabi SAW. Karenanya, sahabat yang satu dengan yang lainya berbeda dalam membaca al-Qur’an. Meski demikian para sahabat mempelajari macam-macam bacaan dan memahami adanya perbedaan tersebut. Selain mereka mengetahui secar langsung dari Nabi SAW, bacaan yang berbeda itu tidak merubah arti dan maksud al-Qur’an, sehingga mereka tidak memperebatkannya. Namun, persoalan aneka bacaan ini muncul ketika perbedaan bacaan semakin meluas dan menimbulkan perselisihan yang tajam. Untuk itu ide penyatuan macam-macam bacaan pada masa Khalifah Usman RA menjadi kebijakan yang sangat tepat.
            Semula naskah al-Qur’an ditulis dalam aneka bacaan, lalu Khalifah Usman memerintahkan agar diteliti kembali dan diseragamkan dengan satu bacaan saja yaitu bacaan Quraisyi. Kebijakan penyeragaman bacaan ini merupakan solusi atas semakin meluasnya macam bacaan al-Qur’an. Namun demikian, Khalifah Usman tidak pernah melarang macam bacaan diluar Mushaf al-Qur’an yang telah resmi ditetapkan. Khaliifah tidak akan membuat larangan untuk esuatu yang diperbolehkan oleh Allah SWT.
            Muskhaf al-Qur’an yang telah ditetapkan dan dikirim  Khalifah Usman ke beberapa daerah juga disesuaikan dengan bacaan yang dianut masyarakat setempat. Saat itu, tulisan belum dilengkapi dengan tanda huruf dan tanda baca, sehingga kata nunsyizuha dibaca nunsyiruha sebab bentuk ra dan za sama.
diperkirakan usianya 1000 Tahun

            Dengan telah dibukukanya al-Qur’an oleh Khalifah Ustman yang telah memberikan toleransi perbedaan bacaan tersebut, maka semua bacaan al-Qur’an yang ada harus sesuai dengan Muskhaf al-Qur’an yang telah ditetepkan tersebut. Jika terjadi perbedaan bacaan tapi tidak sampai merubah makna secara mendasar, maka bacaan tersebut bisa diterima. Misalnya, kata “Maalik” yang berarti pemilik dengan kata “Malik” yang berarti raja tidak berbeda jauh. Raja adalah pemilik kekuasaan.
            Pedoman berikutnya adalah bacaan tersebut tidak bertentengan dengan kaedah bahasa arab. Kaidah bahasa arab yang telah dirumuskan oleh Abu al-Aswad al-Duali pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib RA banyak mengacu pada bahasa arab al-Qur’an. Obyek kajian bahasa arab pembentukan kata (ilmu shorof) dan pembentukan kalimat (ilmu nahwu). Kesalahan dalam pembentukan kata maupun kalimat bisa berdampak pada perubahan makna termasuk makna  al-Qur’an.
            Selain dua metode diatas, bacaan al-Qur’an harus diperkuat oleh sumber-sumber guru yang bersambung kepada Nabi SAW. Ini merupakan satu syrat untuk menilai suatu bacaan. Kekuatan atau kualitas sumber tersebut  terletak pada banyaknya orang yang menyepakati suatu bacaan. Semakin banyak, semkain kuat. Bacaan al-Qur’an yang berdasar dari banyak sumber, sangat kecil kemungkinan terjadi bacaan yang tidak valit. Selain itu, kepribadian dan kecerdasan sumber berita bacaan al-Qur’an jiga menjadi pertimbangan utama. Semakin terpuji kepribadian dan kecerdasannya, semakin valid bacaannya.
 
al-Qur'an Sutera bertinta emas, Azerbaijan karya Tunza Memmedzade,
            Berdasar ketiga pedoman seleksi bacaan al-Qur’an di atas, ada tujuh bacaan yang dipandang memenuhi syarat, yaitu:
1.      Bacaan versi Nafi’. Penyebaran di Madinah. Nama lengkap maha guru bacaan al-Qur’an adalah Imam Nafi’ bin Abd al-Rohman bin Abi Nu’aim (W 169 H). Ia belajar bacaan dari “Ali bin Ja’far, Abd al-Rahman bin Hurmuz, Muhammad bin Muslim al-Zuhri.
2.      Bacaan versi Ibn Katsir. Penyebarannya di Makkah. Nama lengkap beliau Abdulloh bin Katsir al-Makki (45-120 H). Ia belajar kepada Tabi’in Abdulloh bin al-Sa’ib, Mujahid bin Jabir, dan Dirbas. Abdulloh bin sa’ib adalah murid dari Ubay bin Ka’ab RA. Dan Umar bin Khottob RA. Mujahid bin Jabir dan Dirbas adalah murid dari Abdulloh bin Abas RA. Ibn Abbas  mendapatkan pelajran dari Ubay bin Ka’ab RA dan Zaid bin Tsabit RA.
3.      Bacaan versi Abu Amr. Penyebarannya di Basrah, Irak. Nama lengkap beliau Abu Amr Zaban bin al-‘Ala bin Amr bin Amma al-Syamy (68-154 H). Ia belajar dari Abu Ja’far Yazid bin Qa’qa’ dan Hasan al-Basri, murid dari al-Haththan dan Abu al-Aliyah. Abu al-Aliyah belajar dari Shahabat Umar bin Khathob RA dan Ubay bin Ka’ab RA.
4.      Bacaan versi Ibn Amir. Penyebarannya di Damaskus, Syiria. Nama lengkap beliau adalah Abdulloh bin Amir al-Yahshabi (8-118). Ia seorang hakim di damaskus pada masa khalifah al-Walid bin Abdul al-Malik. Amir belajar dari al-Maghirah bin Abi Syihab al-Makhzumi dan Abu Darda RA.al-Maghirah belajae kepada Usman bin Affan RA.
5.      Bacaan versi Ashim. Penyebarannya di Kuffah, Irak. Nama lengkap beliau adalah Ashim bin Abu al-Najub al-Asady (w 127 H). Ashim belajar dari Abu Abd al-Rahman al-simi, seorang murid dari lima Sahabat Nabi SAW: Abdulloh bin Mas’ud, Usman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Ubay bin Ka’ab, dan Zaid nin Tsabit.
6.      Bacaan versi Hamzah. Penyeberanya di Kuffah. Nama lengkap beliau adalah Hamzah bin Habib bin ‘Imarah (80-156 H). Ia hidup di masa khalifah Abu Ja’far al-Manshur. Ia belajar dari Ali Sulaiman al-A’masy, Ja’far al-Shadiq, Hamran bin A’yan, Mnhal bin Amr meeka adalh dari golongan sahabat.
7.      Bacaan versi al-Kisai. Penyebarannya di Kuffah. Nama lengkap beliau adalah Ali bin Hamzah al-Kisai (w 189 H). Ia belajar dari Hamzah, Iamail bin Ja’far, Syu’ba dan kesemuanya bersambung pada Nabi SAW.

Tidak sedikit ulama’ yang masih mempertahankan dan mengajarkan macam-macam bacaan al-Qur’an. Mereka menamakannya denag nama “ilmu Qira’ah, yakni ilmu tentang cara mengucapkan kalimat-kalimat al-Qur’an dan perbedaannya serta menyatakan kejelasan sumbernya sambung menyambung sampai kepada Kanjeng Rosul Muhammad SAW. Pada ke dua Hijriyah pula, ilmu Qira’ah ini dibukukan. Diantara ulama’ yang menulis buku yang dijadikan standar bacaan al-Qur’an adalah Abu Ubaid al-Qasim bin Sallam, Abu Ja’far al-Thabari, dan Abu Hatim al-Sijistani.
      Selain ketujuh versi bacaan di atas, ada beberapa versi lain, yaitu “10 bacaaan” yakni tujuh versi bacaan tersebut di tambah tiga versi lain, yaitu:
1.      Abu Ja’far Yazid bin Qa’qa’ (w 130 H) di Madinah
2.      Abu Muhammad Ya’qub bin Ishaq Al-Hadlary (w 205) di Basrah.
3.      Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam Al-Masyi (w 299 H) di Baghdad.
Ada juga versi “14 bacaan” yaitu sepuluh bacaan tersebut di tambah empat versi lagi, yaitu:
1.      Hasan Al-Bashry (w.110 H).
2.      Ibnu Muhaish (w. 123 H).
3.      Yahya ibn Mubarok Al-Yazidi (w. 202 H) di Baghdad.
4.      Abul Faraj Ahmad al-Syambudzy (w. 388 H) di Baghdad.

 
Aplikasi al-Qur'an di Android
Namun, kualitas atau validitas semua versi tidak sekuat validitas versi “7 bacaan”.Meskipun diperbolehkan membaca al-Qur’an dengan mengikuti salah satu dari tujuh versi bacaan di atas di luar versi mushaf al-Qur’an, namun hal-hal berikut ini perlu diperhatikan:
1.      Bacaan tersebut tidak membuat kerisauan di kalangan umat islam.
2.      Bacaan tersebut harus benar-benar dari salah satu tujuh versi bacaan.
3.      Bacaan dalam satu ayat harus tetap dalam satu versi, tidak boleh pindah pada versi yang lain. Abdullah bin Mas’ud RA berpsan “barang siapa yang membaca al-Qur’an dalam satu versi bacaan, maka jangan sekali-kali pindah ke versi bacaan lainnya” (Abu Zar’ah Hazim).
4.      Pembaca harus benar-benar mengetahui ilmu tentang bacaan al-Qur’an.
Di antara hikmah di balik banyaknya macam bacaan al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1.      Untuk memberikan kemudahan bagi umat Islam, khususnya bangsa Arab, dalam membaca al-Qur’an.
2.      Mempersatukan umat islam di kalangan bangsa arab saat itu.
3.      Menunjukan kelebihan umat Nabi Muhammad SAW dari umat Nabi-Nabi sebelumnya, karena kitab suci yang du turunkan sebelumnya Nabi SAW hanya terdiri dari satu versi bacaan.
4.      Membuktikan terpeliharanya al-Qur’an  dari upaya perubahan maupun penggantian .        

0 Response to "14 IMAM DALAM MEMBACA AL-QUR'AN"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel