Adab seorang Murid terhadap Mursyid
Rabu, 02 November 2016
Add Comment
Untuk menjaga
hubungan yang begitu penting antara seorang murid dengan guru muryidnya, maka
seorang murid harus memiliki kriteria-kriteria serta adab dan tata krama
seperti yangdi sebutkan oleh Syaikh Ahmad Al-Kamsyakhanawi dalam kitab ”Jami’ul Ushul Fil Auliya’” yaitu sebagai
berikut
Syaikh Hisyam sedang membaiat di Ponpes At-Taufiqy Pekalongan |
1.
Setelah
yakin dan mantab dengan seorang Syaikh (Mursyid), dia segera mendatanginya
seraya berkata: “aku datang ke hadapan Tuan agar dapat ma’rifat dengan Allah SWT”.
2.
Setelah
diterima sang mursyid, hendaknya ia berkhidmah dengan penuh kecondongan dan
kecintaan agar dapat memperoleh penerimaan di hatinya dengan sempurna.
3.
Tidak
membebani untuk menyampaikan salam kepada mursyidnya, karena hal tersebut tidak
sopan.
4. Tidak
berwudhu di tempat yang bisa dilihat mursyidnya, tidak meludah dan membuang
ignus di majlisnya dan tidak melakukan sholat sunah di hadapannya.
5.
Bersegeralah
melakukan apa yang di perintahkan mursyidnya dengan tanpa keengganan, tanpa
menyepekan dan tidak berhendi sampai urusannya selesai.
6. Tidak
menebak-nebak di dalam hatinya terhadap perbuatan-perbuatan mursyidnya. Selama
mampu dia men-ta’wil-kannya, namun
jika tidak, dia harus mengakui ketidakfahamannya.
Maulana Habib Lutfi saat acara penutupan Konferensi Ulama Internasional bela Negara di Kanzuz Sholawat Pekalongan |
7.
Mau
mengungkapkan kepada mursyidnya apa-apa yang timbul di hatinya berupa kebaikan maupun keburukan, sehingga dia dapat mengobatinya. Karena mursyid itu ibarat
dokter, apa bila dia melihat ahwal (keadaan)
muridnya dia akan segera memperbaikinya dan menghilangkan penyakit-penyakitnya.
8. Ash-shidqu (bersungguh-sungguh) dalam pencarian ma’rifatnya, sehingga segala ujian dan cobaan
tidak mempengaruhinya dan segala celaan serta gangguan tidak akan
menghentikannya. Hendaknya kecintaan yang jujur kepada mursyidnya melebihi
kecintaan kepada diri, harta dan anaknya, seraya berkeyakinan bahwa mursyid
merupakan wasilah (perantaraan) kepada
Allah.
9. Tidak
mengikuti segala apa yang biasa di perbuat oleh mursyidnya, kecuali
diperintahkan olehnya. Berbeda dengan perkataanya, yang mesti diikuti semuanya.
Karena seorang mursyid itu terkadang melakukan sesuatu sesuai dengan tuntutan
tempat dan keadaanya yang bisa jadi hal itu bagi si murid adalah racun yang
mematikan.
Shaikh Hisyam Al Kabbani mempraktekkan tarian sufi |
10.
Mengamalkan
semua apa yang telah di talqin-kan
oleh mursyidnya, berupa dzikir, tawajjuh atau muraqabah. Dan meninggalkan semua wirid dari yang lainnya meskipun ma’tsur. Karena firasat seorang mursyid
dalam menetapkan “tertentu”nya hal itu, merupakan nur dari Allah.
11. Merasa
bahwa dirinya lebih hina dari semua makhluq, dan tidak melihat bahwa dirinya
memiliki hak atas orang lain serta berusaha keluar dari tanggungan hak-hak
pihak lain denga menunaikan kewajibannya, serta memutus segala
ketergantungannya dari selain Al-maqshud
(Allah).
12.
Tidak
mengkhianati mursyidnya dalam urusan apapun. Menghormati serta mengagungkannya
sedemikian rupa serta memakmurkan hatinya dengan dzikir yang telah di talqin-kan
kepadanya
13.
Menjadikan
segala keinginannya baik di dunia maupun akhirat tidak lain hanyalah untuk Dzat
Yang Maha Tunggal,Allah SWT. Sebab jika tidak demikian berarti di hanya
nengejar kesempurnaanpribadinya.
14.
Tidak
membantah pembicaraan mursyidnya, sekalipun menurutnya benar. Bahkan hendaknya
berkeyakinan bahwa salahnya mursyid itu lebih kuat (benar) daripada apa yang
menurutnya benar.Dan tidak memberi isyarat (keterangan) jika tidak di tannya.
15.
Tunduk
dan pasrah terhadap perintah mursyidnya dan orang-orang yang mendahuluinya
berkhitmah, yakni para khalifah
(orang-orang kepercayaan mursyid) dari para muridny, sekalipun secara lahiriah amal ibadah mereka lebih sedikit di bandingkan amal ibadahnya.
16.
Tidak
mengadukan hajatnya selain kepada mursyidnya. Jika dalam keadaan darurat
sementara sang mursyid tidak ada, maka hendaknya menyampaikan kepada orang
sholeh yang dapat di percaya, dermawan serta taqwa.
17. Tidak
suka marah kepada siapapun, karena marah itu dapat mengilangkan nur (cahaya) dzikir, dan meninggalkan perbedaan serta pembantahan kepada para
penuntut ilmu, karena perdebadan itu menyebabkan ghoflah.jika muncul dalam dirinya rasa marah kepada orang,
hendaknya segera meminta maaf kepadanya, dan hendaknya tidak memandang remeh
kepada siapapun juga.
0 Response to "Adab seorang Murid terhadap Mursyid"
Posting Komentar