PePELENG JAWA

“Sura Dira Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti”

Adab seorang Murid terhadap Mursyid


Maulana Habib Luthfi bin Yahya dan Syaikh Muhammad Rajab Dieb

     Untuk menjaga hubungan yang begitu penting antara seorang murid dengan guru muryidnya, maka seorang murid harus memiliki kriteria-kriteria serta adab dan tata krama seperti yangdi sebutkan oleh Syaikh Ahmad Al-Kamsyakhanawi dalam kitab ”Jami’ul Ushul Fil Auliya’” yaitu sebagai berikut

Syaikh Hisyam sedang membaiat di Ponpes At-Taufiqy Pekalongan
          1.   Setelah yakin dan mantab dengan seorang Syaikh (Mursyid), dia segera mendatanginya seraya berkata: “aku datang ke hadapan Tuan agar dapat ma’rifat dengan Allah SWT”.
    2.   Setelah diterima sang mursyid, hendaknya ia berkhidmah dengan penuh kecondongan dan kecintaan agar dapat memperoleh penerimaan di hatinya dengan sempurna.

       3.   Tidak membebani untuk menyampaikan salam kepada mursyidnya, karena hal tersebut tidak sopan.
           4.  Tidak berwudhu di tempat yang bisa dilihat mursyidnya, tidak meludah dan membuang ignus di majlisnya dan tidak melakukan sholat sunah di hadapannya.
        5.  Bersegeralah melakukan apa yang di perintahkan mursyidnya dengan tanpa keengganan, tanpa menyepekan dan tidak berhendi sampai urusannya selesai.
        6. Tidak menebak-nebak di dalam hatinya terhadap perbuatan-perbuatan mursyidnya. Selama mampu dia men-ta’wil-kannya, namun jika tidak, dia harus mengakui ketidakfahamannya.


Maulana Habib Lutfi saat acara penutupan Konferensi Ulama Internasional bela Negara di Kanzuz Sholawat Pekalongan




     7.   Mau mengungkapkan kepada mursyidnya apa-apa yang timbul di hatinya berupa kebaikan maupun keburukan, sehingga dia dapat mengobatinya. Karena mursyid itu ibarat dokter, apa bila dia melihat ahwal (keadaan) muridnya dia akan segera memperbaikinya dan menghilangkan penyakit-penyakitnya.

     8.   Ash-shidqu (bersungguh-sungguh) dalam pencarian ma’rifatnya, sehingga segala ujian dan cobaan tidak mempengaruhinya dan segala celaan serta gangguan tidak akan menghentikannya. Hendaknya kecintaan yang jujur kepada mursyidnya melebihi kecintaan kepada diri, harta dan anaknya, seraya berkeyakinan bahwa mursyid merupakan wasilah (perantaraan) kepada Allah.
9.  Tidak mengikuti segala apa yang biasa di perbuat oleh mursyidnya, kecuali diperintahkan olehnya. Berbeda dengan perkataanya, yang mesti diikuti semuanya. Karena seorang mursyid itu terkadang   melakukan sesuatu sesuai dengan tuntutan tempat dan keadaanya yang bisa jadi hal itu bagi si murid adalah racun yang mematikan.


Shaikh Hisyam Al Kabbani mempraktekkan tarian sufi

  10. Mengamalkan semua apa yang telah di talqin-kan oleh mursyidnya, berupa dzikir, tawajjuh atau muraqabah. Dan meninggalkan semua wirid dari yang lainnya meskipun ma’tsur. Karena firasat seorang mursyid dalam menetapkan “tertentu”nya hal itu, merupakan nur dari Allah.
   11. Merasa bahwa dirinya lebih hina dari semua makhluq, dan tidak melihat bahwa dirinya memiliki hak atas orang lain serta berusaha keluar dari tanggungan hak-hak pihak lain denga menunaikan kewajibannya, serta memutus segala ketergantungannya dari selain Al-maqshud (Allah).
12.   Tidak mengkhianati mursyidnya dalam urusan apapun. Menghormati serta mengagungkannya sedemikian rupa serta memakmurkan hatinya dengan dzikir yang telah di talqin-kan kepadanya

    13.  Menjadikan segala keinginannya baik di dunia maupun akhirat tidak lain hanyalah untuk Dzat     Yang Maha Tunggal,Allah SWT. Sebab jika tidak demikian berarti di hanya nengejar kesempurnaanpribadinya.
14.   Tidak membantah pembicaraan mursyidnya, sekalipun menurutnya benar. Bahkan hendaknya berkeyakinan bahwa salahnya mursyid itu lebih kuat (benar) daripada apa yang menurutnya benar.Dan tidak memberi isyarat (keterangan) jika tidak di tannya.

 

KH. Salman Dahlawi (1936 - 2013) bersama KH. Abdulloh Sa'ad

 15. Tunduk dan pasrah terhadap perintah mursyidnya dan orang-orang yang mendahuluinya berkhitmah, yakni para khalifah (orang-orang kepercayaan mursyid) dari para muridny, sekalipun secara lahiriah amal ibadah mereka lebih sedikit di bandingkan amal ibadahnya.
16.   Tidak mengadukan hajatnya selain kepada mursyidnya. Jika dalam keadaan darurat sementara sang mursyid tidak ada, maka hendaknya menyampaikan kepada orang sholeh yang dapat di percaya, dermawan serta taqwa.
17. Tidak suka marah kepada siapapun, karena marah itu dapat mengilangkan nur (cahaya) dzikir, dan meninggalkan perbedaan serta pembantahan kepada para penuntut ilmu, karena perdebadan itu menyebabkan ghoflah.jika muncul dalam dirinya rasa marah kepada orang, hendaknya segera meminta maaf kepadanya, dan hendaknya tidak memandang remeh kepada siapapun juga.
 


    0 Response to "Adab seorang Murid terhadap Mursyid"

    Posting Komentar

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel