DIMENSI SUFI
Senin, 17 Oktober 2016
Add Comment
Tasawuf dan Islam
adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, sebagaimana halnya nurani dan
kesadaran tertinggi yang juga tidak dapat dipisahkan dari Islam. Islam bukanlah
sebuah fenomena yang dimulai sejak 1400 tahun yang lampau. Tetapi, ia merupakan
suatu kesadaran abadi yang bermakna penyerahan
diri dan ketertundukan [al-inqiyad]. Tasawuf
adalah hati Islam yang sudah sangat tua seusia dengan adanya kesadaran manusia.
Kemunculan
tasawuf bermula dari abad pertama hijriyah, sebagai bentuk perlawanan terhadap semakin
merajalelanya penyimpangan representasi ajaran ajaran Islam "liar" khususnya
yang dilakukan oieh para pemimpin zaman tersebut. Pemerintah atau raja
seringkali mempergunakan kedok Islam untuk membenarkan tujuan pribadi mereka
ataupun membuang sisi-sisi ajaran Islam yang tidak sesuai dengan kehendak
ataupun pola hidup mereka yang serba mewah. Sejak masa itu dan
seterusnya, sejarah mencatat adanya kebangkitan pembaharuan serta militansi yang
kian lama kian mantab di kalangan umat Islam yang tulus, yang kemudian terus meluas ke seluruh dunia Muslim yang
begitu bersemangat untuk mengembalikan pesan yang orisinil dan sakral yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Seoarang sufi adalah penegak dan penjunjung tinggi
pesan-pesan Islam. Bagaimanapun, tasawuf dan Islam sejati adalah satu kesatuan.
Fenomena tersebut
merupakan kesadaran spontan pada diri individu-individu Muslim yang tulus untuk
menyingkap jalan kenabian sejati yang didorong oleh cahaya nurani dan semangat
penghambaan. Cahaya tasawuf terpancar luas tanpa melalui gerakan yang
diorganisir dan disentralisasi. Persaudaraan yang mengikat kalangan sufi adalah
sebuah realitas tanpa banyak koordinasi maupun organisasi yang bersifat
lahiriah. Realitas tersebut adalah kesadaran terhadap ibadah yang ikhlas dan
sifat-sifat luhur dalam hati mereka serta adanya kesatuan sikap menerima hukum
kenabian yang bersifat lahiriah. Pengikut persaudaraan yang dialami kaum sufi
lebih banyak disebabkan kesamaan situasi
dan tingkatan hati mereka ketimbang suatu sikap patuh terhadap doktrin-doktrin
teologi tertentu, etnis ataupun “penghambaan” terhadap tradisi.
Kesufian adalah
wilayah yang menghubungkan dimensi luar (lahiriah) dan realitas yang bersifat
fisik dengan dimensi yang tak beruang dan berwaktu (batiniah) yang hanya dialami oleh kedirian sebelah dalam manusia. Seorang sufi hidup laksana puncak
gunung es yang tampak di dunia kasat mata. Namun demikian juga memiliki
aspek-aspek dunia yang terselubung dan tersembunyi oleh indra yang justru
merupakan pondasi dari yang terlihat nyata sekaligus merupakan bentuk realitas
lain yang tidak kasat mata. Ia akan melakukan yang terbaik guna memahami
hukum-hukum kausal dan kehidupan sebelah luar yang bersifat fisik sekaligus
meresapi guna meningkatkan keadaranya terhadap ‘Realitas” sebelah yang “Maha
Luas” yang berarti dunia yang diketahui dan tidak, serta menggabungkan realitas
yang tampak dengan tidak tampak dan
dunia yang beruang dan berwaktu dangan dunia yang tidak beruang dan berwaktu.
Itu sebabnya
kehidupan sebelah seorang sufi tanpa ada batasannya. Namun demikian, ia tetap
mengakui dan menerima batasan-batasan lahiriah dengan menghormati hukum alam.
Seorang sufi sepenuhnya riang dengan kebahagian yang tiada tara dalam jiwanya.
Secara lahiriah, dia berjuang ke arah kualitas hidup yang lebih baik di muka
bumi dan melakukan yang terbaik tanpa memperhatikan secara berlebih-lebihan
terhadap hasil akhir. Perjuangan dan kerja lahir perlu diiringi dengan
penjernihan dan penataan hati.
Dari manapun asal
sufi, mereka pada esensinya sama, yakni dalam memancarkan cahaya dan kesadaran
hati manusia serta penghormatan dan pengabdian secara lahiriah bagi
kemanusiaan. Perbedaan yang tampak di antara sufi dengan sufi lainnya hanya
pada materi-materi yang berkaitan dengan praktik-praktik spiritual ataupun resep penjernihan hati. Manisnya buah
yang diresapi dan dirasakan sufi
lainnya tidaklah berbeda. Itu selaksa pohon-pohon yang kelihatannya berbeda dan mungkin berbunga di
musim-musim yang berbeda.
*Dikutip dari kata
pengantar Prof. Dr. KH. Said Aqiel Siradj dalam buku
"22 Aliran Tarekat
dalam Tasawuf" karya KH. Abdul
Aziz Masyhuri terbitan Imtiyaz.
0 Response to "DIMENSI SUFI"
Posting Komentar